Selat Malaka saat ini telah menjadi bagian yang sangat
penting dalam konteks pertumbuhan dan perkembangan perdagangan dan ekonomi di
kawasan Indonesia bagian barat, Selat
Malaka adalah rute
navigasi internasional terpanjang melalui selat yang menghubungkan Samudra Hindia dengan Laut China
Selatan. Namun demikian, Selat
Malaka menyediakan rute terpendek bagi kapal untuk menghubungkan Asia Timur dan
Eropa. Selat ini memiliki lebar rata-rata antara 11-200 mil laut, rute selat
yang dilayari kurang dari 1 mil laut, dan beberapa bagian daerah yang dilewati
memiliki kedalaman kurang dari 30 meter. Meskipun fitur navigasi di Selat
Malaka cukup rentan, selat tersebut masih menjadi pilihan rute navigasi
pengangkutan internasional dibandingkan dengan rute alternatif lainnya seperti
Selat Sunda, Selat Lombok, atau Selat Makassar.navigasi internasional terpanjang melalui selat yang menghubungkan Samudra Hindia dengan Laut China
Ketersediaan pelabuhan
Sabang, Belawan, Dumai dan Batam memungkinkan arus lalu lintas penumpang maupun
barang, baik yang bersifat lokal, antar-pulau, maupun internasional. Dan
merupakan jalur perairan yang sangat padat dimana kapal Tangker,Barang dari DWT
kecil sampai DWT besar berlayar di selat ini. Ruang perairan Selat Malaka
ternyata tumbuh menjadi sangat kompleks, lengkap dengan berbagai variasi
pemanfaatannya. Disamping merupakan lintasan kapal barang, Tangker dan
penumpang, Selat Malaka juga dimanfaatkan sebagai lintasan pelayaran rakyat,
dan oleh masyarakat lokal untuk mencari ikan. Sejumlah pelabuhan ikan dapat
ditemui sebagai bagian dari aktivitas lokal ini. Selain itu, Selat Malaka juga
dimanfaatkan sebagai lintasan infrastruktur kritis, termasuk penempatan kabel
telokomunikasi, pipa-pipa gas bumi, jaringan kabel listrik, dan lain
sebagainya. Aktivitas-aktivitas off-shore juga dapat ditemui di sejumlah titik baik
di Malaysia , Singapore maupun Indonesia sepanjang Selat Malaka.
Dari sisi ketahanan laut, Selat Malaka juga dimanfaatkan oleh
Tentara angkatan Laut, ketiga negara yang berbatasan yaitu Indonesia, Malaysia
dan Singapore, dimana beberapa daerah merupakan daerah yang harus diwaspadai
oleh seorang navigator yang berlayar di selat malaka, baik karena Perampokan di
laut maupun karena fungsinya sebagai tempat latihan perangkat ketiga negara
tersebut.
Peran Tentara Angkatan Laut Berbagai aktivitas dan fungsi
sebagaimana digambarkan di atas jelas dapat berdampak pada munculnya sejumlah
resiko, termasuk rentannya keamanan dan keselamatan pelayaran, maupun
menurunnya kualitas lingkungan. Salah satu solusi dalam menangani kompleksitas
dan rumitnya permasalahan lalu lintas ini adalah dengan menerapkan suatu sistem
yang relatif baru, yang disebut dengan Vessel Traffic Services (VTS) maupun
Vessel Traffic Management System (VTMS). Sebagai suatu sistem yang terintegrasi,
VTS/VTMS dirancang untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi lalu lintas
kapal, dan juga untuk menjaga kualitas lingkungan. Sistem ini juga memiliki
kemampuan untuk berinteraksi secara aktif dalam mengatur lalu-lintas kapal, dan
dalam menanggapi berbagai keadaan darurat. Disamping itu, sistem ini memiliki
kemampuan dalam mengkoordinasikan berbagai aktivitas kapal dan sumber daya
kepelabuhanan, seperti pemanduan, navigasi, STS ship to ship, dsb. Peningkatan lalu lintas pelayaran
ini dapat dilihat dari data yang dilaporkan via Malacca Straits Ship Reporting System atau
STRAITREP yang mengindikasikan bahwa dari tahun 1999 hingga 2007 terjadi
peningkatan lalu lintas di Selat Malaka sebesar 61%, hanya dalam periode 8
tahun. STRAITREP adalah sistem pelaporan perkapalan oleh International Maritime
Organizations untuk mendanai keselamatan navigasi di Selat Malaka dan
Singapura. Kapal yang melewati selat harus melaporkan detail dari perjalanan
mereka kepada Vessel Traffic Services (VTS) di Malaysia dan
Singapura.
Kebutuhan
akan VTS/VTMS di Selat Malaka dirasakan cukup mendesak, namun sarana maupun prasarana
yang dimiliki oleh otoritas perhubungan laut dirasakan masih belum memadai. Di
bandingkan dengan negara Malaysia dan Singapore, yang sudah sejak dari tahun
1999 telah menerapkan sistem VTS. Tapi kita harus Bersyukur sejak Tahun
2010 VTS Center Batam telah berdiri dan mempunyai tiga substation VTS
yaitu Tanjung Berakit,
Takong Kecil dan Hiyu Kecil yang bisa di monitor langsung dari VTS Center
Batam. Akan tetapi selat Malaka begitu panjang dan padat lalu lintas kapalnya, dan
masih belum cukup untuk memonitor kegiatan lalu lintas pelayaran di selat
Malaka. Hanya dengan mengandalkan VTS Center Batam.
Dari sisi teknologi, sejumlah perangkat keras maupun lunak
masih relatif minim, dan belum memenuhi kebutuhan ideal/fungsional suatu
VTS/VTMS. Sumber daya manusia (SDM) yang tersedia pun masih terbatas, baik dari
sisi jumlah maupun kompetensi. Selain itu, masih terdapat sejumlah kebijakan
maupun peraturan yang bersifat tumpang tindih, antar satu otoritas dengan
otoritas yang lain. Berangkat dari kondisi kompleksitas Selat Malaka dan
berdasarkan pada keterbatasan VTS/VTMS yang dimiliki saat ini, Melihat
kenyataan ini berusaha mengkaji pentingnya peranan suatu VTS/VTMS untuk
diterapkan di Selat Malaka. Dalam hal ini juga meliputi strategi penerapan
maupun tahapan-tahapan yang selayaknya dilakukan.
Akhir Tulisan ini secara ringkas menunjukkan pentingnya
penerapan VTS/VTMS dalam menangani lalu lintas laut yang tertata dengan baik. Berdasarkan
Pengalaman Berdirinya VTS Center Batam diperlukan waktu sekitar 3 (tiga) tahun untuk dapat mewujudkan VTS/VTMS yang
fungsional, walaupun ini sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup (skala)
penerapan VTS/VTMS di Selat Malaka.
Gambar:
Batam, April 2012. Dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar