Rabu, 04 April 2012

Padatnya Lalu lintas Pelayaran Selat Malaka.


Selat Malaka saat ini telah menjadi bagian yang sangat penting dalam konteks pertumbuhan dan perkembangan perdagangan dan ekonomi di kawasan Indonesia bagian barat,  Selat Malaka adalah rute
navigasi internasional terpanjang melalui selat yang menghubungkan Samudra Hindia dengan Laut China 
Selatan. Namun demikian, Selat Malaka menyediakan rute terpendek bagi kapal untuk menghubungkan Asia Timur dan Eropa. Selat ini memiliki lebar rata-rata antara 11-200 mil laut, rute selat yang dilayari kurang dari 1 mil laut, dan beberapa bagian daerah yang dilewati memiliki kedalaman kurang dari 30 meter. Meskipun fitur navigasi di Selat Malaka cukup rentan, selat tersebut masih menjadi pilihan rute navigasi pengangkutan internasional dibandingkan dengan rute alternatif lainnya seperti Selat Sunda, Selat Lombok, atau Selat Makassar.

Ketersediaan pelabuhan Sabang, Belawan, Dumai dan Batam memungkinkan arus lalu lintas penumpang maupun barang, baik yang bersifat lokal, antar-pulau, maupun internasional. Dan merupakan jalur perairan yang sangat padat dimana kapal Tangker,Barang dari DWT kecil sampai DWT besar berlayar di selat ini. Ruang perairan Selat Malaka ternyata tumbuh menjadi sangat kompleks, lengkap dengan berbagai variasi pemanfaatannya. Disamping merupakan lintasan kapal barang, Tangker dan penumpang, Selat Malaka juga dimanfaatkan sebagai lintasan pelayaran rakyat, dan oleh masyarakat lokal untuk mencari ikan. Sejumlah pelabuhan ikan dapat ditemui sebagai bagian dari aktivitas lokal ini. Selain itu, Selat Malaka juga dimanfaatkan sebagai lintasan infrastruktur kritis, termasuk penempatan kabel telokomunikasi, pipa-pipa gas bumi, jaringan kabel listrik, dan lain sebagainya. Aktivitas-aktivitas off-shore juga dapat ditemui di sejumlah titik baik di Malaysia , Singapore maupun Indonesia sepanjang Selat Malaka.

Dari sisi ketahanan laut, Selat Malaka juga dimanfaatkan oleh Tentara angkatan Laut, ketiga negara yang berbatasan yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapore, dimana beberapa daerah merupakan daerah yang harus diwaspadai oleh seorang navigator yang berlayar di selat malaka, baik karena Perampokan di laut maupun karena fungsinya sebagai tempat latihan perangkat ketiga negara tersebut.
Peran Tentara Angkatan Laut Berbagai aktivitas dan fungsi sebagaimana digambarkan di atas jelas dapat berdampak pada munculnya sejumlah resiko, termasuk rentannya keamanan dan keselamatan pelayaran, maupun menurunnya kualitas lingkungan. Salah satu solusi dalam menangani kompleksitas dan rumitnya permasalahan lalu lintas ini adalah dengan menerapkan suatu sistem yang relatif baru, yang disebut dengan Vessel Traffic Services (VTS) maupun Vessel Traffic Management System (VTMS). Sebagai suatu sistem yang terintegrasi, VTS/VTMS dirancang untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi lalu lintas kapal, dan juga untuk menjaga kualitas lingkungan. Sistem ini juga memiliki kemampuan untuk berinteraksi secara aktif dalam mengatur lalu-lintas kapal, dan dalam menanggapi berbagai keadaan darurat. Disamping itu, sistem ini memiliki kemampuan dalam mengkoordinasikan berbagai aktivitas kapal dan sumber daya kepelabuhanan, seperti pemanduan, navigasi, STS ship to ship, dsb. Peningkatan lalu lintas pelayaran ini dapat dilihat dari data yang dilaporkan via Malacca Straits Ship Reporting System atau STRAITREP yang mengindikasikan bahwa dari tahun 1999 hingga 2007 terjadi peningkatan lalu lintas di Selat Malaka sebesar 61%, hanya dalam periode 8 tahun. STRAITREP adalah sistem pelaporan perkapalan oleh International Maritime Organizations untuk mendanai keselamatan navigasi di Selat Malaka dan Singapura. Kapal yang melewati selat harus melaporkan detail dari perjalanan mereka kepada Vessel Traffic Services (VTS) di Malaysia dan Singapura.

Kebutuhan akan VTS/VTMS di Selat Malaka dirasakan cukup mendesak, namun sarana maupun prasarana yang dimiliki oleh otoritas perhubungan laut dirasakan masih belum memadai. Di bandingkan dengan negara Malaysia dan Singapore, yang sudah sejak dari tahun 1999 telah menerapkan sistem VTS. Tapi kita harus Bersyukur sejak Tahun 2010 VTS Center Batam telah berdiri dan mempunyai tiga substation VTS yaitu Tanjung Berakit, Takong Kecil dan Hiyu Kecil yang bisa di monitor langsung dari VTS Center Batam. Akan tetapi selat Malaka begitu panjang dan padat lalu lintas kapalnya, dan masih belum cukup untuk memonitor kegiatan lalu lintas pelayaran di selat Malaka. Hanya dengan mengandalkan VTS Center Batam.

Dari sisi teknologi, sejumlah perangkat keras maupun lunak masih relatif minim, dan belum memenuhi kebutuhan ideal/fungsional suatu VTS/VTMS. Sumber daya manusia (SDM) yang tersedia pun masih terbatas, baik dari sisi jumlah maupun kompetensi. Selain itu, masih terdapat sejumlah kebijakan maupun peraturan yang bersifat tumpang tindih, antar satu otoritas dengan otoritas yang lain. Berangkat dari kondisi kompleksitas Selat Malaka dan berdasarkan pada keterbatasan VTS/VTMS yang dimiliki saat ini, Melihat kenyataan ini berusaha mengkaji pentingnya peranan suatu VTS/VTMS untuk diterapkan di Selat Malaka. Dalam hal ini juga meliputi strategi penerapan maupun tahapan-tahapan yang selayaknya dilakukan.

Akhir Tulisan ini secara ringkas menunjukkan pentingnya penerapan VTS/VTMS dalam menangani lalu lintas laut yang tertata dengan baik. Berdasarkan Pengalaman Berdirinya VTS Center Batam diperlukan waktu sekitar 3 (tiga)  tahun untuk dapat mewujudkan VTS/VTMS yang fungsional, walaupun ini sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup (skala) penerapan VTS/VTMS di Selat Malaka.

Gambar:

Batam, April 2012. Dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar